Seuntai Mutiara


Persahabatan sejati tidak terlihat dari banyaknya pertemuan. Tapi persahabatan sejati terlihat dari tulusnya seorang sahabat menyebut nama sahabatnya dalam setiap doanya.

"Semua pasti ada hikmahnya... Di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan... "

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai tetapi untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna

Orang yang paling berkesan dalam hidupmu adalah orang yang mampu mencintaimu ketika kamu bukan seseorang yang mudah dicintai





Minggu, 11 Maret 2012

Wasiat KH. Hasyim Asy’ari


Imam Al Ghazali menceritakan sebuah kisah, bahwa di sebuah perbukitan nan elok, berdirilah sebuah rumah nan indah dan sedap dipandang mata. Di sekeliling rumah itu dirimbuni pelbagai pepohonan yang rindang. Halamannya penuh dengan rerumputan dan bunga-bunga yang menebar keharuman. Begitu mempesona dan memberikan rasa nyaman bagi siapapun yang menghuninya, karena dirawat dengan perawatan yang alami.

Di kesenjaan usianya, si empunya rumah tersebut berwasiat kepada anaknya agar seantiasa menjaga dan merawat pohon dan rumput-rumput itu sebaik mungkin. Begitu pentingnya, sampai-sampai  ia berkata “Selama engkau masih bertempat tinggal dirumah ini, jangan sampai pohon dan tanaman ini rusak, apalagi hilang”.


Ketika tiba saatnya si empunya rumah meninggal dunia, sang anak menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh mendiang ayahnya dengan sungguh-sungguh. Rumah itu betul-betul  dirawat, demikian pula pohon dan rumputnya. Tidak hanya itu, si anak kemudian berinisiatif untuk mencari jenis tanaman lain yang menurutnya lebih indah dan lebih harum untuk ditanam di halaman rumah. Maka, rumah itu semakin menggoda untuk dilihat dan dinikmati.

Si anak berbunga bunga hatinya. Di benaknya terlintas kebanggaan bahwa dirinya telah berhasil menjalankan amanah dengan menjaga pepohonan dan rerumputan yang menjadi penyejuk rumah lebih dari yang diperintahkan oleh orang tuanya. Bahkan akhirnya, tumbuhan baru yang ditanam si anak mengalahkan “rumput asli” baik dari segi keelokan maupun harumnya.

Namun yang patut disayangkan, tanaman dan rumput yang pernah diwasiatkan oleh ayahnya akhirnya ditelantarkan, sebab menurutnya sudah ada rumput dan tanaman lain yang lebih bagus, lebih sejuk dipandang, lebih harum dan sebagainya. Bahkan saat “rumput asli” tersebut rusak, tak ada rasa penyesalan di hati si anak. “Toh sudah ada tanaman dan rumput yang lebih bagus” pikirnya.

Tetapi anehnya, ketika “rumput asli” peninggalan orang tuanya itu rusak dan musnah tak tersisa, bukan kenyamanan dan ketentraman yang didapat. Karena ternyata, rumah tersebut lambat laun menjelma menjadi tempat istirahat yang menakutkan. Betapa tidak, rumah tersebut dimasuki berbagai macam ular, baik besar maupun kecil yang membuat si anak terpaksa harus meninggalkan rumah tersebut.

Mencermati kisah ini, Al Ghazali memaknai wasiat orang tua tersebut dengan dua hal:

Pertama, agar si anak dapat menikmati keharuman rumput yang tumbuh di sekitar rumahnya. Dan makna ini dapat ditangkap dengan baik oleh nalar si anak.

Kedua, agar rumah tersebut aman. Sebab aroma rumput dan tanaman tersebut dapat mencegah masuknya ular ke dalam rumah yang tentu berpotensi mengancam keselamatan penghuninya. Namun makna ini tidak ditangkap oleh nalar si anak. (Qodliyyah al Tasawwuf al Munqidz min al Dlolal, 140).

Kisah ini sangat relevan jika dianalogikan dengan wasiat syaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk menghindari ajaran beberapa tokoh yang menurut beliau tidak layak untuk dijadikan panutan oleh ummat islam Indonesia, karena banyak hal yang bertentangan dengan apa yang diyakini dan diamalkan oleh ummat islam Indonesia yang dibawa oleh wali songo.

Kata Syaikh Hasyim Asy’ari, sebagaimana telah maklum bahwa kaum muslimin di Indonesia khususnya tanah Jawa sejak dahulu kala menganut satu pendapat, satu madzhab dan satu sumber. Dalam fiqih, menganut madzhab Imam Syafi’i, dalam ushuluddin menganut madzhab Abu Hasan al Asy’ari dan Abu Manshur al Maturidi, dan dalam tasawuf menganut madzhab Imam Ghazali dan Al Junaidi.

Kemudian pada tahun 1330 H, muncullah berbagai kelompok dan pendapat yang bertentangan serta tokoh yang kontroversial yang berasal dari timur tengah, khusunya dari Saudi.

Untunglah masih ada kelompok yang tetap konsisten dengan ajaran ulama salaf dan berpedoman pada kitab kitab mu’tabaroh/representatif, mencintai ahlul bait, para auliya, dan para sholihin, bertabaruk kepada mereka, berziarah kubur, mebacakan talqin untuk mayyit, meyakini adanya syafa’at, bertawasul, dll. (Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah: 9, Risalah Sunnah wal Bid’ah: 19) .

Wasiat Syaikh Hasyim Asy’ari tersebut bisa dimaknai dengan:

    Agar kaum muslimin khusunya warga Nahdliyyin dalam mengamalkan ajaran Islam, selalu berpegang kepada madzhab yang Mu’tabaroh yang telah disepakati oleh para ulama.
    Menjaga aqidah ummat Islam agar tidak terpengaruh atau dimasuki faham yang bertentangan dengan ajaran ulama salaf yang sudah turun temurun diamalkan oleh ummat Islam dunia khususnya Indonesia dan Nahdliyyin.

(Dikutip dari Majalah Risalah NU edisi 07)

Sumber: Sarkub oleh Thariqat Sarkubiyah pada 8 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Selintas Kata Tersurat


"It is not just words but the feeling in one's heart"

Terlintas di benak saya ketika menanggapi ada seseorang anak manusia yang sedang mencoba untuk mulai mengerti seperti apa rasa cinta kepada manusia lainnya.

Dzulhijjah 1430 H / Desember 2009 M

Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Blog ini berisi pengalaman saya tentang pengetahuan seputar teknik komputer dan jaringan serta pengalaman-pengalaman lainnya yang bisa menginspirasi Anda. Selain itu berisikan semua hal dari uneg-uneg sampai motifasi dan renungan bagi diri pribadi. Juga gaya hidup dan informasi lainnya yang berguna ada di sini. :D

Republika Online RSS Feed

Jadwal Waktu Sholat untuk Daerah Jakarta Raya dan Sekitarnya

Trafik Para Pembaca Blog

free counters