Seuntai Mutiara


Persahabatan sejati tidak terlihat dari banyaknya pertemuan. Tapi persahabatan sejati terlihat dari tulusnya seorang sahabat menyebut nama sahabatnya dalam setiap doanya.

"Semua pasti ada hikmahnya... Di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan... "

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai tetapi untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna

Orang yang paling berkesan dalam hidupmu adalah orang yang mampu mencintaimu ketika kamu bukan seseorang yang mudah dicintai





Rabu, 30 Januari 2008

Selamat Jalan

Kalo boleh gw juga angkat bicara (mumpung lagi bener...),,,

Sebagai pengamat acara televisi dadakan selama kurang lebih 24 jam sejak Mbah H.M.Soeharto dikabarkan memburuk keadaannya, gw sangat salut pada beliau. (Salut yang tak lebih dari Allah SWT, junjungan kita Rasulullah SAW, serta orang tua n guru2 kita...insya allah)

Gw bisa bilang gitu karena baru kali ini gw liat n saksikan (walaupun sebatas via TV), ada sosok pemimpin dari negari sendiri yang begitu dihormati n dikagumi oleh rakyatnya (yang ga hormat n yang ga kagum ,,, silakan)
Rata Kiri Kanan
Meskipun ada saja orang-orang yang tak suka pada beliau, ada yang berdalih karena beliau ini,, itu,, (tau ahh)

"Ingat! Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya"

Kita ga tau pasti apakah dosa yang beliau lakukan lebih besar dengan amal baik n jasanya kepada bangsa ini.

Rasulullah SAW saja mengampunkan pembunuh pamannya, meskipun kita tidak sebanding dengan Beliau SAW, alangkah baiknya kita mencontoh suri tauladan Beliau SAW, Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat kepada Beliau SAW.

Insya allah,,, dengan do'a dari rakyat yang mengaku bagian dari bangsa yang besar tadi, Allah SWT ampunkan segala dosa beliau. Yang lain, biarlah menjadi urusannya dengan sang Khaliq.

Wallahu'alam bishshowab...

Jumat, 18 Januari 2008

Dimiliki namun Tiada Guna

Dimiliki namun Tiada Guna

- Ilmu yang tidak bermanfaat.
- Amal yang tidak disertai keikhlasan.
- Harta yang tidak diinfakkan sehinnga tidak bermanfaat bagi banyak manusia di dunia dan tidak dipersembahkan untuk kehidupan akhirat.
- Hati yang hampa dari cinta kepada Allah SWT dan tiada kerinduan pada-Nya.
- Tubuh yang jauh dari ketaatan pada Allah Azza wa Jalla.
- Akal yang tidak berfikir pada hal-hal yang bermanfaat.

Kamis, 17 Januari 2008

Menjenguk Orang Sakit

Mengunjungi dan membesuk orang sakit merupakan kewajiban setiap Muslim terhadap Muslim lainnya. Dalam ajaran Islam, menjenguk orang sakit adalah di antara amal shalih yang paling utama yang dapat mendekatkan kita kepada Allah SWT, kepada ampunan, rahmat, dan surga-Nya.

Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, yang di dalamnya terdapat keutamaan yang sangat agung. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, ''Barangsiapa yang membesuk orang sakit atau saudaranya karena Allah, niscaya ada penyeru yang berseru, 'Kamu sungguh baik, dan sungguh baik perjalananmu, dan kamu telah menempatkan diri di suatu tempat di surga.'' (HR Muslim).

Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, ''Apabila seorang laki-laki menjenguk saudara Muslimnya (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.'' (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

Islam mengajarkan kepada umatnya beberapa etika yang harus diperhatikan saat menjenguk orang yang sedang sakit. Pertama, hendaklah orang yang membesuk mendoakan yang sakit agar lekas sembuh, mendapat kasih sayang Allah, selamat, dan disehatkan. Ibnu Abbas telah meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW bila beliau menjenguk orang sakit, mengucapkan, ''Tidak apa-apa. Sehat insya Allah.'' (HR Al-Bukhari), dan berdoa tiga kali untuk kesehatan si sakit.

Kedua, dianjurkan yang membesuk mengusap si sakit dengan tangan kanannya dan berdoa, "Wahai Allah Tuhan bagi manusia, hilangkanlah kesengsaraan (penyakitnya), sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit." (Muttafaq'alaih).

Dalam hadis lain Nabi SAW bersabda, ''Tidaklah seorang hamba Muslim mengunjungi orang sakit yang belum datang ajalnya, lalu ia membaca sebanyak tujuh kali, 'Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan yang menguasai arasy yang agung, agar menyembuhkan penyakitmu" kecuali ia pasti disembuhkan'.'' (HR At-Tirmidzi dan Abu Dawud). Begitulah ajaran luhur Islam, agama kita. Wallahu a'lam bish-shawab.

Selasa, 08 Januari 2008

Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (Bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Di kebanyakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Hijriyah menggunakan sistem kalender lunar (komariyah).

Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M.

Karakteristik

Penentuan dimulainya sebuah hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.

Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.

Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari)

Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.

Nama-nama bulan

Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:

1. Muharram
2. Safar
3. Rabiul awal
4. Rabiul akhir
5. Jumadil awal
6. Jumadil akhir
7. Rajab
8. Sya'ban
9. Ramadhan
10. Syawal
11. Dzulkaidah
12. Dzulhijjah

Nama-nama hari

Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:

1. al-Ahad (Minggu)
2. al-Itsnayn (Senin)
3. ats-Tsalaatsa' (Selasa)
4. al-Arba'aa' (Rabu)
5. al-Khamiis (Kamis)
6. al-Jum'aat (Jum'at)
7. as-Sabt (Sabtu)

Sejarah

Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.

Sistem kalender pra-Islam di Arab

Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (komariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).

Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana Nabi Muhammad SAW lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).

Revisi penanggalan

Pada era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan. Pada tahun ke-9 setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.

Penentuan Tahun 1 Kalender Islam

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab RA menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H, PERF 558.

Tanggal-tanggal penting

Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:

1 Muharram: Tahun Baru Hijriyah
10 Muharram: Hari Asyura. Hari ini diperingati bagi kaum Syi'ah untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin Ali
12 Rabiul Awal: Maulud Nabi Muhammad SAW (hari kelahiran Nabi Muhammad SAW)
27 Rajab: Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW
Bulan Ramadan: Satu bulan penuh umat Islam menjalankan Puasa Ramadan
27 Ramadan: Nuzulul Qur'an (di Indonesia dan Malaysia diperingati setiap tanggal 17 Ramadan)
10 hari terakhir di Bulan Ramadan terjadi Lailatul Qadar
1 Syawal: Hari Raya Idul Fitri
9 Dzulhijjah: Wukuf di Padang Arafah
10 Dzulhijjah: Hari Raya Idul Adha

Hisab dan Rukyat

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.

Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal (bulan sabit pertama setelah bulan baru) dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.

Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat, menjadi motivasi ketertarikan umat Islam dalam astronomi. Ini menjadi salah satu pendorong mengapa Islam menjadi salah satu pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains, lepas dari astrologi pada Abad Pertengahan.

Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal). Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.

Rupa-rupa

* Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah, terdapat 11 tahun kabisat dengan jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan jumlah hari sebanyak 354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat hingga satu hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka pendek, siklus ini memiliki deviasi 1-2 hari.
* Microsoft menggunakan Algoritma Kuwait untuk mengkonversi Kalender Gregorian ke Kalender Hijriyah. Algoritma ini diklaim berbasis analisis statistik data historis dari Kuwait, namun dalam kenyataannya adalah salah satu variasi dari Kalender Hijriyah tabular.
* Untuk konversi secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender Masehi (Gregorian), kalikan tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian tambahkan dengan angka 622.
* Setiap 33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender Hijriyah akan terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Pada tahun 1429 H nanti, akan terjadi sepenuhnya pada tahun 2008 M.

Kalender Hijriah dan Penanggalan Jawa

Sistem Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender Saka (berbasis matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Namun demikian, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa.

Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan (moon visibility) pada penentuan awal bulan (first month), Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.

ditulis kembali dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Hijriyah dengan sedikit penambahan

by : erpa26

Senin, 07 Januari 2008

Kontroversi Dzulhijjah 1428 H Saudi Arabia

Dalam menetapkan 1 Dzulhijjah 1428 H Kerajaan Saudi mengacu pada keputusan Majelis Qadha' Al-A'la (Mahkamah Agung) Saudi Arabia. Keputusan Mahkamah agung Saudi Arabia itu berdasarkan laporan beberapa orang yang menyatakan melihat hilal pada hari Ahad sore 30 Dzulqo'dah 1428 H/9 Desember 2007 M. Keputusan Majelis Qadha' Al-A'la ini bisa dilihat di situs departemen penerangan kerajaan Saudi Arabia; http://www.spa.gov.sa/details.php?id=507991

Yang menjadi persoalan di sini adalah dasar rukyat yang menjadi acuan keputusan tersebut. Karena secara ilmiah pada hari Ahad 9 Desember 2007 di Makkah Al-Mukarromah Matahari terbenam pada jam 17:41:16 WSA, sedangkan bulan terbenam pada jam 17:15:12 WSA. Jadi bulan terbenam 26 menit sebelum matahari terbenam. Tinggi bulan pada saat maghrib di Makkah adalah -4° 50' yakni masih dibawah horison/ufuk. Ijtimak baru terjadi pada pukul 20:41 WSA.

Perhitungan hisab dibangun berdasarkan pengamatan estafet 500 tahun lebih dengan beberapa kali mengalami koreksi sehingga menghasilkan algoritma yang akurat, dengan toleransi kesalahan yang semakin rendah. Ini terbukti dengan akurasinya dalam memprediksi gerhana, baik Bulan maupun Matahari dengan kesalahan perhitungan tidak lebih dari 2 menit. Keakurasian hisab ini penulis buktikan sendiri ketika gerhana matahari total 11 Juni 1983. Kemudian 18 maret 1988, 11 September 1988, 24 Oktober 1995, 22 Agustus 1998, 16 Februari 1999, Kemudian gerhana 11 Juni 2002 walaupun terlihat akhirnya saja. Kemudian 04 Desember 2002 serta puluhan kali gerhana bulan. Bahkan sejak tahun 2000 M. beberapa kali gerhana bulan terdokumen dalam rekaman video.

Yang menjadi pertanyaan : "Benarkah hari Ahad sore 30 Dzul Qo'dah 1428 H/9 Desember 2007 M. Hilal bisa dilihat dari wilayah Saudi?"

Mungkinkah perhitungan hisab yang semakin akurat, teranulir oleh kesaksian rukyat hilal di wilayah Saudi Arabia, sementara wilayah yang lainnya dengan bantuan teleskop dan peralatan yang memadai tidak berhasil melihat hilal?.

Pertanyaan ini perlu diajukan, karena secara ilmiah, kedudukan bulan pada hari itu masih dibawah horison. Asumsi ahli hisab ini diperkuat dengan observasi dari ahli hisab yang tergabung dengan ICOP (Islamic Crescent' Observation Project) yang melakukan rukyat hilal satu hari berikutnya yakni pada hari Senin 10 Desember 2007. Dari anggota ICOP yang tersebar di seluruh dunia tidak ada yang berhasil melihat hilal kecuali Tanzania dan Afrika Selatan yang berhasil melihat hilal dengan bantuan teleskop binocular.

Mestinya kalau hilal benar-benar terlihat di Saudi pada hari Ahad malam Senin 9 Desember 2007 maka malam Selasa, 10 Desember 2007 adalah malam kedua dan tentunya ketinggian hilal lebih dari 12 derajat. Dengan ketinggian hilal diatas 12 derajat tentu hilal mudah dilihat walupun dengan mata telanjang, tapi kenyataannya hilal hanya terlihat di benua Afrika, itupun dengan menggunakan teleskop, bukan dengan mata telanjang seperti di Saudi Arabia. Walaupun tinggi hilal pada hari Senin secara hisab 05° 08' akan tetapi relatif silau untuk bisa diamati dengan mata telanjang karena elongasi bulan dengan matahri yang hanya 4° dengan iluminasi hilal 0,6%.

Kalau memang saksi yang melihat hilal di Saudi itu bisa dipercaya maka kemungkinan besar obyek yang terlihat itu bukan hilal yang menjadi bagian dari bulan/qomar, akan tetapi potongan awan yang terbias oleh sinar matahari sehingga membentuk seperti hilal. Karena terobsesi oleh keinginannya yang tinggi untuk melihat hilal, akhirnya terhalusinasi oleh potongan awan dan menyimpulkannya sebagai hilal.

Kontroversi awal bulan Hijriah di Saudi tidaklah sekali ini, dalam catatan sejarah puluhan kali Saudi menetapkan awal bulan berdasarkan rukyat yang salah secara ilmiah. Seperti keputusan Saudi atas 1 Ramadhan 1403 H. yang jatuh pada hari Sabtu 11 Juni 1983 dengan berdasarkan kesaksian rukyat hilal pada hari Jum'at malam Sabtu 10 Juni 1983.

Pada malam Sabtu matahari terbenam pada pukul 19:05 WSA dan bulan terbenam pada pukul 18:22 WSA jadi hilal terbenam 43 menit sebelum matahari terbenam. Tinggi hilal pada saat maghrib -8° 53' alias jauh dibawah ufuq.

Kesalahan rukyat Saudi itu terbukti dengan terjadinya gerhana matahari total di Indonesia esok harinya pada pukul 09:55-13:17 WIB. Kita semua tahu bahwa gerhana adalah proses ijtimak bulan, matahari dan bumi. Gerhana matahari terjadi karena sinar matahari tertutup oleh bulan pada saat ijtimak/konjungsi. Lalu hilal yang terlihat di Saudi pada malam Sabtu itu hilal yang mana. Sementara ijtimak baru terjadi esok harinya dengan bukti terjadinya gerhana matahari di wilayah Indonesia.

Hisab versus Rukyat

Hilal atau bulan bukanlah sesuatu yang ghaib dan beredarnya juga tidak serampangan, bulan beredar dengan teratur didalam garis edarnya dan tidak meloncat kesana-kemari. Firman Allah dalam Al-Qur'an :

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ. لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 39-40)

Dalam ayat lain disebutkan :

الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (Ar-Rahman: 5)

Kesalahan dalam menyimpulkan hilal itu tidak hanya terjadi di Saudi Arabia saja. Halusinasi hilal, beberapa kali mewarnai rukyat di tanah air. Awal Syawal 1428 H. yang barusan berlalu, tim rukyat dari Al-Fitrah Surabaya mengklaim melihat hilal di pantai Metenteng/Petenteng Bangkalan. Menurut hisab tinggi hilal saat maghrib 11 Oktober 2007 M. Dari markas tersebut -0° 27' alias piringan bagian bawah bulan sudah dibawah ufuq. Klaim ini terbantah, karena esoknya tanggal 12 Oktober 2007 tim rukyat NU Gresik berhasil melihat hilal dan terrekam dengan kamer digital. Hilal teramati sekitar pukul 17:31 akan tetapi belum sempat mencatatnya. Data hilal baru bisa dicatat pada pukul 17:33:03 WIB ( 8 menit 30 detik setelah maghrib) posisi hilal saat itu, Azimut 254° 38' 53" Tinggi dari zenit 82° 04' 40" atau 7° 55' 20" dari ufuk haqiqi (bukan ufuk mar'i). Dengan tinggi hilal tersbut maka satu hari sebelumnya berarti hilal masih dibawah ufuk.

Kenapa hasil rukyat sering kali berbeda dengan perhitungan hisab? Rukyat yang cermat tidaklah akan berbeda dengan hisab yang akurat. Akan tetapi kenyataan dilapangan, pelaku rukyat yang cermat tidak lebih dari 10%. Berbedanya rukyat dengan hisab karena kenyataan dilapangan, rukyat dilakukan dengan 'asal rukyat' yakni tidak didukung dengan alat-alat pendukung yang memadai, misalnya jam, alat ukur ketinggian dan azimut, ini mengakibatkan rukyat tidak fokus ke sasaran sehingga pandangan kemana-mana, sehingga awanpun dianggap hilal.

Bagaimana dengan hadits berikut ini?.

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنْ يَصُومُوا غَدًا (سنن أبو داود 1993, سنن الترمذي 627,مسند أحمد 188, سنن الدارمي 1745)

Seorang badui (orang pedalaman) datang menghadap Nabi kemudian berkata: "Saya telah melihat hilal" maka nabi bertanya "Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah?". Maka badui menjawab, "Ia". Kemudian nabi memerintah sahabat Bilal untuk memberitahukan kepada umat untuk berpuasa esok harinya.

Pada saat itu tingkat kebohongan seseorang cukup rendah sehingga dalam mengukur al-adalah seseorang, Nabi hanya mempertanyakan aqidah orang tersebut, Iman atau tidak? Karena pada saat itu iman terhadap Allah serta rosulnya sudah cukup dijadikan dalil kredibelnya seseorang.

Dalam rana fiqh yang ada sa’at ini, syarat untuk bisa diterima kesaksiannya dalam melihat hilal hanyalah al-adalah (kredibel). Syarat tunggal ini mengakibatkan banyaknya kasus rukyat hilal tidak bisa diterima kalangan cendikiawan karena tidak adanya bukti empirik yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pada saat ini tingkat kebohongan seseorang cukup tinggi dibanding pada zaman Nabi. Menganggap seseorang itu adil tidak cukup untuk dijadikan patokan untuk menerima mentah-mentah hasil rukyatnya. Jika kesaksiannya tidak sesuai dengan sains maka wajib ditolak.

Contoh: Klaim seseorang yang telah melihat hilal, padahal menurut hisab hilal jauh dibawah ufuk.
Atau melihat hilal di ufuk timur. Walaupun secara tekstual syarat-syarat itu tidak ada didalam hadits, tetapi sudah menjadi sunnatullah bahwa hilal akhir bulan, posisinya tidak di ufuk timur, akan tetapi di ufuk barat. Siapapun orangnya kesaksian tersebut tidak bisa diterima, karena tidak bisa dinalar dengan akal sehat. Al-Qur'an dan Al-Hadits tidak mungkin bertolak belakang dengan sains dan teknologi.

Puasa Arafah

Ketentuan awal bulan, termasuk bulan Dzulhiijjah menurut Islam adalah terlihatnya hilal/crescent, bukan munculnya planet maupun bintang. Firman Allah dalam Al-Qur'an :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji." (Al-Baqoroh 189)

Rasulullah SAW bersabda :

عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا (سنن أبي داود

Rasulullah SAW telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka. (HR Abu Dawud)

رُوِيَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ ، وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ ، وَعَرَفَتُكُمْ يَوْمَ تَعْرِفُونَ.(الكساني فى بدائع الصنائع فى ترتيب الشرائع, 4/374),( تبيين الحقائق, 5/172),(فتح القدير,6/209)

"Puasa kalian adalah hari di mana kalian berpuasa, Idul Adha kalian hari di mana kalian beridul Adha dan 'Arafah kalian hari di mana orang wukuf di 'Arafah" (Bada'i' as-Shana'i' [juz 4: No.374]; Tabyinul Haqooiq [juz 5: No. 172]; Fathul Qodir [Juz 6, no. 209])

Ijma' ulama sepakat bahwa penentuan awal bulan hijriyah termasuk bulan Dzul Hijjah adalah dengan adanya hilal seperti termaktub dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Kita semua juga sepakat bahwa hari Arafah adalah ketika jama'ah haji melakukan wuquf di Arafah yakni tangal 9 Dzul Hijjah seperti tersirat dalam hadits fi'liyah Nabi yang ketika melakukan wuquf di Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijjah

Bagaimana kalau jamaah haji wuquf di Arafah tidak pada tanggal 9 Dzul Hijjah?. Misalnya wuquf di Arafah pada tanggal 7 Dzul Hijjah.

Maksud dari hadits diatas tidaklah bisa disederhanakan dengan "Puasa Arafah adalah ketika jamaah haji wuquf di padang Arafah", dengan tanpa mengindahkan tanggal Hijriyah secara syar'i.

Karena keadaan bumi yang bundar maka penentuan awal bulan, termasuk bulan Dzulhijjah adalah sesuai dengan mathla'nya masing-masing. Jadi bukan karena posisi jamaah haji saat di padang Arafah, karena kalaupun kita mengacu pada saat jama'ah haji di padang Arafah, pada kenyataannya kalau posisi kita berada di Hawai maka saat kita mulai berpuasa, jamaah haji mulai meninggalkan padang Arafah.

Misalnya kita mengikuti ketetapan Saudi, maka waktu wuquf di Arafah adalah hari Selasa, tanggal 18 Desember 2007. Itu berarti mulai jam 12:22 WSA (awal waktu dhuhur) sampai tengah malam waktu Saudi yakni jam 23:39 WSA. Kemudian pada saat jamaah haji memasuki padang Arafah, di Hawai hari Senin jam 23:22 kemudian pada saat umat Islam di Hawai mulai puasa Arafah jakni jam 06:26, jam di Saudi menunjukkan jam 19:26 WSA dan jamaah haji mulai meninggalkan Arafah, jadi saa't umat islam di Hawai masih menjalankan ibadah puasa, jamaah haji sudah meninggalkan padang Arafah.

Komite Hilal

Diantara tempat-tempat ibadah milik umat islam sebagian besar berada di wilayah Saudi Arabia. Kesalahan kebijakan pemerintah Saudi Arabia yang menyangkut hal-hal peribadatan sedikit banyak mempengaruhi umat islam pada umumnya. Termasuk kebijakannya dalam menentukan awal bulan hijriah. Perlu kiranya dibentuk sebuah komite khusus untuk melakukan klarifikasi ke pemerintah Saudi Arabia, untuk mempertanyakan definisi-definisi hilal serta metode rukyat yang dijadikan patokan mereka. Dan kalau perlu kita mendesak pemerintah Saudi Arabia untuk membuka diri dalam penentuan awal bulan hijriah dengan melibatkan negara-negara islam laninya.

Rukyat Global

Persatuan Islam adalah dambaan semua orang Islam. Termasuk dalam rangkah persatuan tersebut, akhir-ahir ini berkembang wacana penyeragaman puasa dan hari raya. Ide ini pada intinya sangat bagus, namun sayangnya, penyeragaman kadang tak difahami hakikatnya, yang seolah-olah perbedaan hanya beda waktu antara satu tempat dan tempat lain yang menjadi faktor penentu dalam bedanya penampakan hilal. Bila itu yang terpikirkan, solusinya pun hanya mendasarkan pada masalah beda waktu. Keadaan bumi kita yang bulat dan adanya batas tanggal Internasional sehingga mengakibatkan perbedaan hari kadang luput dari perhatian.

Misal: Anggaplah klaim rukyat di Saudi pada hari Ahad 9 Desember 2007 itu benar, kemudian seluruh dunia mengikuti rukyat di Saudi, maka bagaimana dengan umat Islam yang di Hawai yang pada saat itu masih hari Sabtu pagi. Apakah mengikuti Saudi juga dengan konsekwensi bulan sebelumnya hanya 28 hari?

Dengan rukyat global maka hampir dalam setiap 1 bulan selalu ada wilayah yang umur bulannya kurang dari 29 hari karena awal bulan berikutnya mengikuti rukyat wilayah lain yang berhasil rukyat dan secara hisab di wilayah lain tersebut memang hilal sudah wujud.

Dengan realitas bumi yang bundar ini mustahil kita bisa menyatukan hari raya dalam hari dan tanggal yang sama. Itu baru bisa terrealisikan ketika bumi kita ini didatarkan sehingga terbit atau terbenam matahari dan bulan terjadi dalam priode waktu yang sama. Dengan perbedaan hari raya bukan berarti perpecahan diantara umat Islam. Perbedaan itu wajar karena bumi yang kita tempati ini adalah bundar adanya.

Akhirnya perbedaan puasa, hari raya Idul Fitri dan Adha adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak bisa memungkiri perbedaani ini. Kita berharap berbedaan ini tidak menyebabkan perpecahan umat islam. Tasamahna Fimahtalafna, Saling menghargai didalam perbedaan kita, alias, sepakat untuk berbeda. Perbedaan itu indah, seperti taman yang beraneka bunganya. Semakin banyak ragam bunganya, semakin indah dipandangnya.

Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
Staf Lajnah Falakiyah NU Gresik;
Anggota Rukyat Hilal Indonesia (RHI)

source : http://www.nu.or.id/





Selintas Kata Tersurat


"It is not just words but the feeling in one's heart"

Terlintas di benak saya ketika menanggapi ada seseorang anak manusia yang sedang mencoba untuk mulai mengerti seperti apa rasa cinta kepada manusia lainnya.

Dzulhijjah 1430 H / Desember 2009 M

Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Blog ini berisi pengalaman saya tentang pengetahuan seputar teknik komputer dan jaringan serta pengalaman-pengalaman lainnya yang bisa menginspirasi Anda. Selain itu berisikan semua hal dari uneg-uneg sampai motifasi dan renungan bagi diri pribadi. Juga gaya hidup dan informasi lainnya yang berguna ada di sini. :D

Republika Online RSS Feed

Jadwal Waktu Sholat untuk Daerah Jakarta Raya dan Sekitarnya

Trafik Para Pembaca Blog

free counters