JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kewajiban pencantuman label halal pada produk makanan, obat-obatan, maupun kosmetik yang beredar di pasaran, termaktub dalam RUU Jaminan Produk Halal. Selama ini pencantuman produk halal hanya bersifat sukarela (voluntary), bukan wajib (mandatory).
Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin, besarnya umat Islam yang mencapai 88,22 persen dari total jumlah penduduk Indonesia sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) 2005, menjadi dasar pertimbangan pencantuman label halal tersebut. ''Perlu ada perlindungan dan jaminan halal dalam pangan yang dikonsumsi mereka,'' kata Ma'ruf usai pembahasan awal tentang RUU Jaminan Produk Halal dengan Komisi VIII DPR, Selasa (5/2) di Jakarta.
Sertifikasi dan labelisasi halal secara sukarela, jelas Ma'ruf, berarti produsen hanya mencantumkan label halal itu jika merasa akan diuntungkan. ''Jadi, perusahaan produsen makanan sah-sah saja tak melakukan sertifikasi halal atau tidak mencantumkan logo halal. Ini yang perlu diubah menjadi wajib,'' tegasnya.
Selama ini, sertifikasi halal dikeluarkan berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Ketua MUI tertanggal 21 Juni 1996. Sertifikasi halal juga mengacu pada UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. ''Jaminan produk halal masih membutuhkan aturan yang lebih komprehensif sejenis UU yang diharapkan sudah bisa disahkan sebelum Pemilu 2009,'' papar Ma'ruf.
Perdagangan produk halal di seantero dunia, ungkapnya, diperkirakan mencapai 581 miliar dolar AS. Ekspor daging Australia ke-160 negara saja menembus satu juta ton per tahun. Angka itu belum memasukkan ekspor yang sama dari AS, Kanada, dan Eropa. Sementara, Indonesia merupakan pasar terbesar daging sapi.
Anggota Komisi VIII DPR, DH Al Yusni, menegaskan pentingnya labelisasi halal itu. ''Kalau semua produk mendapat kehalalan, akan memberi kenyamanan dan perlindungan. Selama ini produk halal itu sukarela, produsen memohon ke MUI,'' katanya.
Bila UU soal sertifikasi halal itu ada, tambahnya, pemerintah punya kewenangan 'memaksa' produsen. Saat ini, draf RUU itu sudah diserahkan Menteri Agama ke Presiden, tapi belum dibahas di tingkat DPR. ''UU ini merupakan inisiatif pemerintah.''
Tanggapan saya : "saya sangat setuju, bagus MUI sudah memikirkannya, tinggal sekarang pemerintah yang mengeluarkan UUnya."
sumber berita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar