Ada seorang peternak kambing dan seorang petani gandum. Suatu saat, kambing milik peternak kambing memakan gandum milik petani gandum sampai habis. Tak terelakkan, petani gandum pun meminta ganti rugi kepada peternak kambing atas perilaku kambing miliknya. Mereka sama-sama bersikeras tidak mau mengalah dan memutuskan untuk naik banding dan meminta keputusan yang terbaik dari Nabiullah Daud A.S. Akhirnya, sampailah permasalahan ini ke Nabiullah Daud A.S. untuk diputuskan jalan keluarnya.
Nabiullah Daud A.S. memutuskan peternak kambing harus memberikan seluruh kambingnya kepada petani gandum yang telah menghabiskan gandum di ladang milik petani gandum. Mereka berdua akhirnya menyetujui keputusan itu dan begitu juga rakyatnya.
Akan tetapi, Nabiullah Sulaiman A.S. berfikiran lain. Jikalau itu keputusan yang diberikan kepada mereka memang benar adil namun di lain pihak ada yang harus menghadapi kerugian yaitu peternak kambing karena selauruh kambing
miliknya harus diberikan sebagai pengganti kerugian gandum si petani.
Nabiullah Sulaiman A.S. akhirnya angkat bicara, beliau pun memutuskan untuk peternak kambing untuk meminjamkan kambingnya kepada petani gandum. Peternak kambing mengolah ladang sampai gandum dapat dipanen sementara petani gandum pun berhak untuk mengambil hasil dari kambing milik peternak.
Akhirnya, keputusan itulah yang disetujui oleh kedua belah pihak serta Nabiullah Daud A.S. dan rakyat lainnya.
Di waktu yang lain, ada seorang ibu tua dan seorang ibu muda. Di saat anak-anak mereka sedang bermain bersama datanglah seekor serigala dan memangsa salah satunya. Sang ibu tua pun segera mengakui bahwa anak yang masih hidup adalah anaknya. Si ibu muda pun tidak mau kalah. Akhirnya, mereka memutuskan untuk naik banding dan meminta Nabiullah Daud A.S. untuk memutuskan jalan keluar dari permasalahan itu.
Nabiullah Daud A.S. memutuskan bahwa anak yang masih hidup itu sebagai anak dari si ibu tua. Pengalamanlah yang membawa si ibu tua dapat mengakui anak itu sebagai anaknya. Si ibu muda pun menerima keputusan itu dengan berat hati.
Akan tetapi, Nabiullah Sulaiman A.S. berfikir lain. Beliau memutuskan untuk meminta sebilah pisau dan bermaksud membelah anak tersebut menjadi dua. Sebagian untuk si ibu tua dan sebagian yang lain untuk si ibu muda. Sang ibu muda pun memohon kepada Nabiullah Sulaiman A.S. : "semoga Allah SWT merahmati engkau wahai Nabiullah Sulaiman A.S., ku relakan anak itu sebagai anaknya asalkan jangan engkau belah anak itu". Sementara si ibu tua santai dan setuju dengan usul Nabiullah Sulaiman tersebut.
Mendengar pernyataan si ibu muda tersebut Nabiullah Sulaiman A.S. berkesimpulan bahwa anak yang masih hidup itu adalah anak dari si ibu muda. Akhirnya, anak itu pun kembali ke dalam pelukan sang ibu kandungnya. Beliau A.S. berfikir mana ada seorang ibu kandung yang normal tanpa kelainan yang mau anak kandungnya dibelah menjadi dua. Membelah sama saja membunuh anak tersebut.
Kedua kasus tersebut dapat menjadi tanda kearifan lebih banyak mendatangkan maslahat daripada keadilan. Kearifan di zaman sekarang lebih banyak dibutuhkan untuk memecahkan suatu permasalahan. Keadilan lebih dapat berarti jika sang pengambil keputusan mempertimbangkan kebijaksanaan di dalamnya.
Kurang lebihnya mohon dimaafkan. Ambillah pelajaran walaupun sedikit yang dapat engkau amalkan, yang penting adalah kita sudah niat dan berusaha sekuat hati untuk mengamalkannya.
By : erpa26 based on khutbah Jum'at
7 Safar 1429 H / 15 Februari 2008 M
7 Safar 1429 H / 15 Februari 2008 M
Wallahu 'alam bishshowab